Saturday, October 29, 2016

Menurutmu, Gambar Rumah di Uang ini Nyata Ada atau Fiktif?

Uang kertas pecahan Rp. 10.000,-

Arah -  Uang kertas pecahan Rp 10.000,-  tentu sudah sangat populer di kalangan masyarakat. Terlebih uang bergambar pahlawan Sultan Mahmud Badaruddin II sudah beredar 11 tahun, sejak pertama kali diterbitkan Bank Indonesia pada 2005.
Cetakan berikutnya dengan desain yang sama, dibuat Bank Indonesia melalui Perum Peruri pada 2010.

Pada sisi lain uang kertas ini, terdapat gambar bangunan rumah dengan atap lebar. Pada bagian bawahnya, tertulis keterangan "Rumah Limas". Nah menurut Kamu, apakah gambar Rumah Limas pada uang tersebut nyata ada atau hanya rekaan semata alias fiktif?

Ternyata, rumah tradisional khas Sumatera Selatan yang disebut Rumah Limas tersebut nyata ada dan terletak di Museum Balaputra Dewa, Palembang. Inilah yang menjadi model dari gambar Rumah Limas pada uang kertas pecahan Rp10.000 ini.

Rumah Limas Khas


Sumatera Selatan yang menjadi model gambar di uang kertas pecahan Rp10.000 (Foto: pulsk)

Sekilas, desain arsitektur bangunan Rumah Limas ini terlihat sederhana. Benar, karena yang tergambar pada uang kertas pecahan Rp10.000 merupakan bagian belakang dari bangunan sesungguhnya. Jika dilihat dari bagian depan, Rumah Limas di Museum Balaputra Dewa ini memiliki desain arsitektur yang cantik.

Pada bagian dinding depan, terdapat banyak hiasan dan interior dengan pola hiasan khas Sumatera Selatan. Bagian kusen pintu dan jendelanya pun, kaya dengan ukiran tradisional.

Yang istimewa, rumah ini sebagian besarnya terbuat dari kayu dan sengaja dibangun tanpa menggunakan paku, tetapi pakai pasak agar bisa dibongkar pasang.

Karena bisa berpindah tempat, rumah ini tercatat sudah berpindah tempat 8 kali sejak dibangun pertama kali oleh bangsawan Palembang bernama Pangeran Syarif Abdurrahman Al Habsi pada tahun 1836. Dan sekarang rumah itu sudah dijadikan museum.

https://csstatic.com/banners/clixsense_gpt2016e300x250green.png
Mau dapat uang gratis ???

Wednesday, October 19, 2016

BUDAYA

Unggah-ungguh buday indonesia yang dijunjung tinggi hingga hari ini.

By: Ahmad Subastio
Jakarta 20 - Okt.


Indonesia dikenal di dunia bukan hanya karena alamnya yang luar biasa serta budayanya yang beragam rupa, tapi juga lantaran orang-orangnya. Bukan tentang fisik saja, tapi juga sikap dan perilaku masyarakat Indonesia yang begitu luar biasa. Makanya tak heran kalau para turis selalu menyebut kita sebagai tuan rumah yang ramah.



“Indonesian people is so friendly and kind!” kata-kata pujian semacam ini sering keluar dari bibir para wisatawan asing. Hal ini nggak lain karena sikap orang-orang Indonesia sendiri memang seperti itu. Dan kalau kita buka lagi sejarah, sifat macam ini terbentuk karena sejak kecil kita terbiasa dengan apa yang disebut dengan budaya Unggah-Ungguh. Unggah-Ungguh adalah bahasa Jawa yang artinya sikap sopan santun alias tata krama, atau kalau dalam bahasa Inggris disebut dengan manner.

Unggah-Ungguh meskipun bentuknya bukan sesuatu yang bersifat fisik, tapi turut menaikkan value Indonesia sebagai negara wisata. Makanya, sangat penting bagi kita untuk menjaga kebiasaan ini. Jangan sampai pujian orang asing akan sikap baik kita berubah karena Unggah-Ungguh sudah hilang dalam jiwa.

Unggah-Ungguh mewakili sikap orang Indonesia

Unggah-Ungguh mungkin berasal dari Jawa, namun secara umum ia sangat mewakili sifat masyarakat Indonesia. Dalam Unggah-Ungguh kita diajarkan banyak hal terutama soal sikap menghormati. Kemasannya nggak hanya dalam sikap saja, tapi juga bahasa. Di Jawa kamu tahu kan kalau bahasa itu dibagi dalam beberapa tingkat. Ada yang namanya Ngoko, Krama, dan Krama Inggil. Masing-masing bahasa di tiap level berbeda tergantung kepada lawan bicaranya. Hal semacam ini masuk dalam Unggah-Ungguh.


Unggah-ungguh menjadi tradisi indonesia [Image Source]

Unggah-Ungguh dalam sikap ditunjukkan lewat banyak cara. Misalnya dengan membungkukkan badan ketika lewat di depan orang-orang yang lebih tua, tidak menatap mata orangtua ketika berbicara, tidak bersuara lebih keras, dan sebagainya. Unggah-Ungguh sendiri mungkin identik dengan Jawa ya, tapi sikap ini rasanya semua orang Indonesia punya. Dari ujung ke ujung, para orangtua di negara ini pasti mengajarkan sikap sopan santun dan juga tata krama.

Unggah-Ungguh Punya Nilai Tersendiri di Mata Turis Asing.

Sebenarnya ketika ke Indonesia, para turis itu nggak hanya terkesan akan alam kita yang luar biasa atau situs-situs budaya yang ada di sini, tapi juga masyarakat sendiri. Adalah pemandangan yang luar biasa bagi mereka melihat masyarakat kita bisa hidup berdampingan dengan sangat baik sekali. Saling menghormati satu sama lain dan benar-benar tahu tata krama. Di mata turis asing, yang seperti ini punya value sendiri dan yang jelas jadi bagian dari cerita mereka ketika kembali ke negara asal.


Sikap Unggah-Ungguh yang mengejutkan para bule [Image source]



Sikap Unggah-Ungguh nggak hanya mengajarkan masyarakat soal tata krama terhadap orang-orang sekitar, tapi juga mereka para warga asing. Hal ini selalu bisa kita lihat di mana pun. Orang-orang Indonesia selalu bisa bersikap baik kepada orang-orang asing, meskipun katakanlah nggak bisa bahasa Inggris. Tapi dari sikap sudah kelihatan kalau masyarakat kita begitu menghargai para tamu asing ini. Lagi-lagi, hal ini sangat berkesan di mata para bule itu.

Unggah-Ungguh harus tetap dijaga sebagai identitas.

Unggah-Ungguh adalah bagian dari orang Indonesia yang nggak bisa dilepaskan dan jangan pernah dibuang. Alasannya nggak lain karena sikap inilah yang membentuk jati diri masyarakat Indonesia. Di mata orang asing sikap ini bahkan menjadi identitas khas di mana nggak banyak dimiliki orang-orang di negara lain, bahkan asal mereka sendiri.


Unggah-Ungguh harus tetap dijaga [Image Source]


Cara menjaga Unggah-Ungguh tiada lain selain mengamalkannya setiap waktu. Seperti kata pepatah yang mengatakan ‘Awak bisa karena biasa’, Unggah-Ungguh juga harus terus dilakukan agar menjadi habit alias kebiasaan. Unggah-Ungguh adalah ruh dari sikap dan sifat orang Indonesia. Ketika kita kehilangannya, maka anggap saja sebagian ke-Indonesia-an kita sudah sirna.

Fenomena Pudarnya Unggah-Ungguh yang Membikin Resah

Sikap Unggah-Ungguh yang penting belakangan sudah mulai banyak ditinggalkan. Kalau melihat fenomena yang ada sekarang terutama pada anak-anak muda, mereka sudah tak lagi menunjukkan hal-hal semacam ini. Nilai-nilai luhur tata krama dan sopan santun seolah pudar berganti dengan sikap ala-ala orang-orang luar yang sama sekali bukan Indonesia.


Pudarnya Sikap Unggah-Ungguh [Image Source]



Tapi, nggak semua seperti ini, masih ada orang-orang yang tetap memelihara sikap Unggah-Ungguh merek. Orang-orang tua misalnya, mereka masih menunjukkan sikap Unggah-Ungguhnya yang begitu istimewa meskipun kepada anak-anak muda. Nilai-nilai dalam budaya Unggah-Ungguh harus dinaikkan lagi agar masyarakat kita tetap seperti dulu yang guyub rukun serta bikin masyarakat luar sana iri.
Unggah-Ungguh nggak hanya sebagai jiwa orang Indonesia, tapi juga identitas kita di mata orang-orang asing. Sebisa dan sekuat mungkin kita tetap jaga sikap seperti ini. Pasalnya, kehilangannya sama seperti kita memusnahkan identitas sendiri. Indonesia kental akan Unggah-Ungguh-nya, maka selamanya haruslah tetap seperti ini.


BACA SUMBER >>

#BUDAYA  #MASYARAKAT_INDONESIA #SOSIAL_MASYARAKAT.


Sunday, October 16, 2016

Luar Biasa! Uang Pecahan Rp 5.000 Tahun 1958 Ini Cukup Untuk Beli Mobil, Lihat Bentuknya

Ajibarang   16,okt-2016


STORRY.COM - Meskipun sudah tidak beredar lagi, mata uang Indonesia terbitan 1900-an ternyata memiliki banyak peminat.

Tak heran jika banyak penjual uang langka yang menjajakannya, baik uang logam maupun uang kertas.

Uang langka yang dijual pun bervariasi, mulai dari uang pecahan satu sen hingga uang pecahan Rp 25.

Tiap-tiap pecahan uang memiliki karakteristik masing-masing yang berbeda satu sama lain.

Satu di antaranya adalah uang pecahan Rp 5.000 terbitan tahun 1958.

Uang kertas ini memiliki ukuran yang lebih besar jika dibandingkan dengan ukuran uang kertas saat ini.

Pada satu sisi uang terdapat gambar seorang perempuan berkebaya yang sedang memegang padi.

Sementara pada sisi sebaliknya tergambar hamparan sawah terasering.

Pada masanya dulu, uang kertas ini hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu.

"Uang Rp 5.000 dulu sangat mahal. Cuma dimiliki orang kaya, yang kalangan menengah ke bawah paling-paling pegang uang satu sen, Rp 50 rupiah," kata Hanafi, penjual uang kuno, dikutip TribunTravel.com dari Tribunnews.

Karena hanya dimiliki oleh orang kaya, tak heran jika pada masa sekarang uang ini dapat digunakan untuk membeli sebuah kendaraan bermotor.

Dilansir TribunTravel.com dari Tribunnews, uang pecahan Rp 5.000 tersebut saat ini setara dengan puluhan juta rupiah.

Dengan nilai historis yang tinggi, uang kertas ini dikategorikan sebagai uang langka yang memiliki daya jual yang tinggi pula.

Selain itu, jumlahnya yang semakin menipis membuat uang ini semakin diminati oleh kolektor uang kuno.

Meskipun tak banyak yang menjual uang langka ini, namun uang ini masih dapat ditemukan di beberapa daerah.

Satu di antaranya adalah di Pasar Sentra Antasari, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

BACA SUMBER.